Beranda · Pertanian · Perikanan · Peternakan · Berita

Multifungsi Kompos Jerami dalam Sistem Produksi Padi Berkelanjutan di Ekosistem Sawah Tadah Hujan



Jerami padi di ekosistem sawah tadah hujan tersedia melimpah dan potensial sebagai pembenah tanah. Jerami padi yang dikomposkan bersifat multi fungsi untuk meningkatkan hasil padi sawah tadah hujan, menyehatkan tanaman, memberikan emisi gas rumah kaca ke atmosfer bumi lebih rendah daripada jerami padi segar. Selama ini, jerami padi sisa hasil panen umumnya diangkut dari petak persawahan untuk konsumsi pakan ternak, dan sebagian dibakar di petak persawahan sehingga dikhawatirkan terjadi kehilangan hara. Selain itu, petani juga mengembalikan jerami padi secara langsung ke dalam sawah sehingga dapat mengganggu pengolahan tanah dan pertumbuhan tanaman padi, serta berpengaruh terhadap tingginya emisi gas rumah kaca terutama gas metana.
Bahan organik yang melimpah di sekitar sawah tadah hujan adalah limbah jerami padi. Selain sebagai pakan ternak. Jerami merupakan sumber bahan organik in situ yang murah untuk memperbaiki mutu tanah. Jerami padi dapat diberikan dalam bentuk kompos. Jerami padi yang diletakkan di pinggir petak persawahan dan digunakan pada musim tanam berikutnya yang merupakan sistem pengomposan secara sederhana ternyata mampu memperbaiki produktivitas tanaman dan memberikan emisi gas rumah kaca seperti metana dan dinitrogen oksida lebih rendah daripada jerami segar. Jerami yang diletakkan di pinggir petakan akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroba pengurai menjadi kompos.
Penggunaan jerami padi ke dalam tanah sawah dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk anorganik. Jerami padi sebanyak 5 ton mengandung 38 kg N, 3 kg P, 113 kg K, dan 209,5 kg Si. Bilamana jerami padi dikembalikan ke dalam tanah maka dapat mengurangi kebutuhan pupuk K anorganik yang relatif banyak, dan ketersediaan K akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit tanaman.
Pemberian kompos jerami ke dalam tanah sawah tadah hujan bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah, ketersediaan hara essensial tanaman, dan kondisi hayati dalam tanah. Tanah sawah tadah hujan sering mengalami pemadatan sehingga dapat menghambat daya jelajah akar dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Pasokan hara dari pembenah organik seperti kompos jerami padi dengan struktur tanah yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman akan meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Wihardjaka (1998), pemberian kompos jerami padi 5 t/ha meningkatkan hasil gabah padi sawah tadah hujan sebesar 38,1-50,5% dibandingkan tanpa pemberian bahan organik.
Pemberian kompos jerami padi bersamaan dengan pupuk K dapat menurunkan tingkat serangan penyakit bercak coklat dan bercak coklat sempit. Menurut penelitian Wihardjaka dkk (1998) dibandingkan tanpa pemberian jerami padi dan pupuk K, pemberian kompos jerami + pupuk K menurunkan bercak coklat dan bercak coklat sempit masing-masing sebesar 36,2 dan 56,3%. Selain pasokan kalium, jerami padi juga memasok silikat ke dalam tanah. Hara kalium dan silikat diperlukan tanaman padi untuk meningkatkan ketahanan terhadap serangan penyakit tanaman karena hara kalium dan silikat meningkatkan kadar lignin jaringan sklerenkhima di bawah lapisan epidermis dan sel-sel di sekitar jaringan pembuluh tanaman.
Tanaman padi sawah yang kekurangan hara kalium akan rentan terhadap serangan bercak coklat, busuk batang, busuk pelepah daun. Penyakit bercak coklat (Helminthosporium oryzae) dan bercak coklat sempit (Cercospore oryzae) merupakan penyakit padi yang disebabkan oleh jamur yang paling banyak dijumpai di lahan sawah tadah hujan baik pada pertanaman padi gogorancah maupun padi walik jerami. Bercak coklat dapat menyebabkan kematian tanaman muda dan menurunkan kualitas gabah (Gambar 1). Penyakit ini jarang terjadi di lahan sawah yang subur. Pemberian kompos jerami padi bersamaan dengan pupuk K dapat menurunkan tingkat serangan penyakit bercak coklat dan bercak coklat sempit.
 Akhir-akhir ini, pemanasan global dan perubahan iklim menjadi isu lingkungan yang menjadi perhatian nasional dan internasional disebabkan oleh peningkatan kadar gas rumah kaca di atmosfer bumi. Tanah sawah dipandang sebagai salah satu sumber utama emisi gas rumah kaca terutama metana. Tanah sawah menyumbang emisi gas rumah kaca dalam bentuk metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) sebesar 70% di sektor pertanian. Dengan pendekatan praktek budidaya padi sawah secara tepat dan berkelanjutan, emisi gas rumah kaca dapat dikurangi antara lain dengan memanfaatkan jerami padi yang dikomposkan.
Emisi gas rumah kaca (metana dan dinitrogen oksida) dari penggunaan kompos jerami di lahan sawah tadah hujan adalah lebih rendah daripada dari pemberian jerami segar. Gas CH4 dan N2O masing-masing memberikan kontribusi 15 dan 6% terhadap efek rumah kaca. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian melaporkan bahwa pemberian kompos jerami 5 t/ha dapat menurunkan emisi metana 13,8% lebih besar dibandingkan pemberian jerami segar 5 t/ha secara langsung ke dalam tanah sawah tadah hujan. Kompos jerami padi dapat menurunkan emisi gas N2O sebesar 58,9% dibandingkan tanpa pemberian jerami padi di lahan sawah tadah hujan. Pemberian kompos jerami padi ke dalam tanah dapat disarankan bagi petani di lahan sawah tadah hujan karena mempunyai multifungsi antara lain meningkatkan produktivitas padi, memberikan ketahanan terhadap penyakit sekaligus menghemat biaya pupuk K, dan menurunkan emisi GRK khususnya CH4. Penggunaan kompos jerami mudah dilakukan petani karena sudah merupakan kebiasaan petani menumpuk sisa jerami di pinggir sawah saat panen. Dengan demikian budidaya padi lahan sawah tadah hujan bersifat berkelanjutan karena mempertimbangkan aspek lingkungan. (Sinar Tani)

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Multifungsi Kompos Jerami dalam Sistem Produksi Padi Berkelanjutan di Ekosistem Sawah Tadah Hujan"

Post a Comment